Minggu, 15 Maret 2009

Puisi: Frida Kusumastuti*

SAJAK 7 BULAN PENGEMBARAAN

(http://www.bestari.umm.ac.id)

1

Akan ada suatu kepastian

2

Teringat saat itu

Begitu tangguh walau melalui perbukitan terjal

Harapan tak memudar walau hati bergetar

Ada hantu yang berlalu lalang

Tetapi kita menjadi kuat menghadang

Saat ini,

Apalah arti hanya mendaki sendirian

Walau hantu tak lagi gentayangan

3

Di antara dua waktu

Aku selalu menunggu

Mungkin kini, mungkin esok

Sementara itu…

Waktu yang lalu tinggalkan jejak

Seolah kini dan esok gak perlu ditunngu

Engkau tinggal menuju

Di sana telah ada jamuan sepanjang waktu

4

Masih ada sinar

Lewat ujung jari yang memutih

Tapi kenap jari-jari ini semakin banyak berkerut?

Kering keriput seolah begitu uzur

Begitulah waktu telah letih menunggu?

Begitukah jarak telah jauh menghubung?

Layarpun semakin redup

Kacanya buram oleh jari keriput

Harus kujemput sebelum berlarut

5

Keagamaan menyambut

Tiada elan saat menatap

Berceloteh jauh hal di luar

Rasanya kaki tidak di sini

6

Ketika hatimu patah:

Seperti kau kehilangan separo dirimu

Lalu kau menjadi sangat rapuh

Bahkan oleh dentingan suara yang sangat halus

7

Kubuka cendela kamar

Angin segar berebut mengusap wajah

Embun jatuh di ujung hidung menyapa

Pendar cahaya mentari membuka pandangan nan sejuk

Buah cheri, memerah ranum bergerling ceriah…

Daun-daun melambai berdesau

Tanah menguap basah menguap manja

Sungguh Tuhan menciptakan alam ini begitu lembut

Penuh kasih sayang…

Hatikupun tersentuh

Sesuatu menelusup….

Kenapa aku harus merasa sendirian???

Lihatlah alam tak pernah berpaling darimu

Petiklah buah cheri

Manisnya alami, tanpa kepahitan

Raup embun pagi

Segar menyejukkan, tak pernah keruh

Hirup reguk uap tanah

Hangat tak pernah membakar

Sungguh Tuhan menciptakan alam ini begitu natural

Penuh kedamaian….

Anak sungaiku berlinangan

8

Kesunyian hati tak pernah menipu

Walau di sekeliling begitu hiruk

Seperti ilalang di tengah ladang

Di antara desauan angin beliung

Akankah angin mencabut sampai akarnya

Sehingga tubuhnya melayang tak tentu arah

Terhempas pepohonan, bebatuan, dan tebing

Lalu meringkuk sendirian di gelap jurang

Tiada yang mendengar rintihannya

Tiada yang akan mengusap lukanya


*Staf Pengajar jurusan Ilmu Komunikasi UMM. Penulis beberapa buku kumunikasi, penikmat dan menulis beberapa puisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar